Sabtu, 20 Juli 2013

Agama

Leave a Comment
Ini adalah tulisan yang ditulis selepas sahur sambil menunggu adzan Subuh, setelah menyisir aliran neuron di kepala dan menemukan banyak kata berserakan.

Saya percaya memiliki pemahaman yang baik atas hidup membuat kita lebih bijak dan berhati-hati dalam menjalaninya. Dan saya juga percaya pemahaman yang baik itu terangkum padat, jelas, dan rapi dalam agama. Dalam kitab-kitab suci yang ramai dibuka dan dibaca di bulan Ramadhan seperti ini.

Dulu, guru SD saya mengatakan bahwa -agama- berasal dari dua kata, -a- yang berarti "tidak" dan -gama- yang bermakna "kacau". Agama = tidak kacau. Sederhananya, agama berarti suatu aturan yang jika diikuti dengan baik dan benar akan membimbing hidupmu agar tidak kacau. Bisa juga bermakna suatu sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya. Apa iya sesederhana itu? Nah, untuk ini, saya pribadi memiliki dua buah jawaban, Iya dan Tidak. 

Iya, karena dalam agama itu sudah terjabarkan apa-apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan, dari hal paling sederhana hingga paling rumit yang mungkin akan pernah dialami seorang manusia. Dari bagaimana cara bersuci sampai bagaimana menjadi pemimpin paling adil dan bijaksana bagi seluruh rakyat yang dipimpinnya di atas muka bumi ini. Segalanya sudah diatur. Bahwa makan daging ayam itu boleh, sedangkan daging babi tidak boleh. Bahwa tidur sebaiknya berbaring dengan anggota tubuh bagian kanan, sedangkan makan dan minum sambil berdiri itu dilarang.

Tidak, karena tidak semua orang memiliki pemahaman yang baik untuk menjalankan agama itu tadi. Menjalankan kalau suka dan mudah dilakukan, acuh kalau dirasa menyusahkan saja. Seakan aturan agama adalah pilihan. Bisa dipilih berdasarkan minat dan kebutuhan. Ada yang memilih tetap kesana-kemari bergandengan tangan dengan lawan jenis yang bukan mahrom-nya, karena merasa hal itu terlalu nikmat untuk ditinggalkan. Ada yang memilih tidak usah shalat 5 waktu karena sibuknya, berpikir shalat ied 2x dalam setahun sudah cukup, toh Allah Maha Pengampun.

Banyak yang tak peduli dengan malaikat yang sibuk mencatat-catat di atas pundak kanan-kirinya. Untung saja malaikat itu tak menulis pakai kertas, jika iya, berapa banyak jutaan pohon yang harus ditebang untuk mencatat dosa? Pun ada yang tidak lagi takut dengan ancaman neraka atau tergiur janji surga yang Allah tawarkan. Dongengkah saja keduanya?

Saya sendiri pasti banyak celanya, memilah-milih aturan Allah yang saya rasa enak-enak dilakukan saja, padahal sejatinya apalah artinya kita ini jika tak berusaha menjalankan Islam kaffah? Islam yang bulat, penuh, dan utuh? 
Mari berusaha menjalankan seluruh aturan agama Allah sekuat tenaga. Meski banyak orang mencibir, meski payah sekali dirasa. Semoga Allah senantiasa memberikan kekuatan.


0 komentar:

Posting Komentar