Menunggu
Kulirik jam digital di layar telepon genggamku, jam 4 lebih 7 menit. Aduh, sudah terlambat sejak janjiku untuk menemuinya. Padahal aku yang mengajukan jamnya. Dia yang memilih tempat. Aku tahu, waktu itu dia hanya pura-pura berpikir, berpura-pura mencari tempat, padahal dia selalu memilih tempat itu, selalu, selama setahun ini. Kupercepat langkahku menuju selasar masjid kampus. Setengah berlari sambil dalam hati berdoa supaya dia masih di tempat kerjanya, sedang ada rapat mendadak atau bosnya tengah girang lalu membagi-bagikan donat dan memaksa makan bersama seluruh karyawannya. Aku tidak suka ditunggu. Membuatku terlihat bodoh.
Tapi doaku memantul, dari ujung selasar sudah terlihat kemeja hitam kotak-kotaknya. Aku manyun. Dia tengah membaca entah apa dari smartphone-nya.
"Assalamualaykum. Mas, maaf... sudah lama?"
Dia menoleh, tersenyum lebar, "Baru juga datang. Sudah shalat?"
Aku menggeleng cepat. "Belum, tadi abis nempel pamflet langsung kesini. Sebentar ya, aku shalat dulu. Titip tas ya, mas."
"Assalamualaykum. Mas, maaf... sudah lama?"
Dia menoleh, tersenyum lebar, "Baru juga datang. Sudah shalat?"
Aku menggeleng cepat. "Belum, tadi abis nempel pamflet langsung kesini. Sebentar ya, aku shalat dulu. Titip tas ya, mas."
Dia mengangguk. Aku berlalu.
Selesai shalat aku beranjak kembali ke selasar, tapi dia sudah tak ada disana. Hanya ada tasku tergeletak sendiri di lantai. Aku masuk kembali ke dalam masjid, melongok-longok ke arah jemaah ikhwan, tak ada.
20 menit aku menunggu sendiri di selasar masjid. Ada tanda pesan masuk di layar handphone-ku.
"Maaf, aku mendadak harus pergi. Tapi aku serius, ada hal penting yang ingin kusampaikan. Bisakah datang lagi ditempat yang sama besok?"
Aku tersenyum.
#fiksi #malang #aku #masjid
Malang, 22 Februari 2013
#fiksi #malang #aku #masjid
0 komentar:
Posting Komentar