Jumat, 22 Maret 2013

War Inside

Leave a Comment
Beberapa waktu yang lalu saya minta resign, banyak pertanyaan kenapa. Sudah semestinya, tak ada angin, tak ada badai, tiba-tiba saya menghilang. Begitu saja mengacuhkan semua jarkom via pesan singkat, email, message fb, dll. Tidak ada masalah tentu saja, saya hanya merasa tidak lagi berjalan satu visi dan misi (atau saya yang gagal memahami visi-misi mereka sejak awal). Dan tak bisa lagi mencocok-cocokkan diri, sama seperti saat dulu saya dipaksa mengikuti.

Tapi kemarin, saat merasa perlu untuk membersihkan inbox saya, saya menemukan lagi beberapa sms yang meluluhkan, pertama dari saudari saya yang melanjutkan sms dari ketua divisi saya saat itu. Saat itu saya sedang sakit, sehingga tidak bisa hadir ke agenda pertemuan rutin. Begini isinya:

"Pak Kadiv ngejarkom ke temen2. Biar ente cepet sembuh:
Bismillah, Saudara kita banyak yang sedang sakit di seluruh belahan bumi, dan yang terdekat adalah ukhti Nursih. Selipkan namanya dalam doa kalian agar segera diberi kesembuhan dan kesabaran. Dan untuk saudara kita yang masih sehat semoga selalu diberi kekuatan untuk terus beramal hingga maut menjemput."

Jelaslah, setelah baca ini saya nangis sesegukan. Terharuuuuu... ga nyangka kepala divisi saya perhatian sekali kepada para anggotanya, termasuk saya yang paling bandel ini.
Lalu sms kedua dan ketiga datang dari rekan satu divisi saya yang lumayan pendiam, jarang menegur. Waktu itu hati-hati sekali dia bertanya alasan saya resign, dan kemudian saya jawab:

"Ga tau, ya X. sebenarnya saya juga bingung. Yah, dengan mengabaikan ketidaktahuan saya tentang ranah *******, saya merasa lebih berguna dan lebih nyata berkontribusi saat di (nama organisasi lain yang saya ikuti). Kamu kerepotan ngurus divisi seorang diri ya?"

Kemudian dia tulis: 
"Jadi itu ya, sesuai dengan info yang saya dapat. Kerepotan sih tidak, cuma merasa karena posisi kita yang paling lama di *** dan kekhawatiran saya tentang ketika kita butuh energi dari teman-teman semua, terutama yang sudah lama di ***.
Saya sebenarnya tidak begitu paham tentang *******, sesuai wajihah *****. Tapi terlepas dari itu semua yang membuat saya bertahan adalah karena kekhawatiran saya tadi. Jadi memang energi yang dibutuhkan besar, sesuai dengan prioritas masing-masing. Tapi ga papa, kalo Nursih fokus disana, asal dimaksimalkan."

Subhanallah, itulah... semoga Allah merahmati antum, akh...
Merasa bersalah jelas, tapi keputusan saya sudah bulat, jadi saya tetap resign.
Iya, saya tau apa yang kalian pikirkan, saya memang jahat kok.

0 komentar:

Posting Komentar