alhamdulillah... sudah masuk bulan Juni. Bulan yang saya percaya selalu membawa kebaikan, sama seperti bulan-bulan lainnya.
Beberapa hari di awal bulan ke-6 tahun masehi ini hujan masih sering singgah, hampir setiap hari.... dan ini mengingatkan saya pada puisi paling keren dan membekas, puisi karya salah satu maestro Indonesia, Pak Sapardi Djoko Damono.
HUJAN BULAN JUNI
tak ada yang lebih tabah
dari hujan bulan juni
dirahasiakannya rintik rindunya
kepada pohon berbunga itu
tak ada yang lebih bijak
dihapusnya jejak-jejak kakinya
yang ragu-ragu di jalan itu
tak ada yang lebih arif
dari hujan bulan juni
dibiarkannya yang tak terucapkan
diserap akar pohon bunga itu
1989
(Hujan Bulan Juni –
hal. 90)
Indah ya....
Saya pertama kali membaca puisi ini dari buku perpustakaan sekolah yang saya pinjam saat jam istirahat saat saya duduk di bangku kelas VII Sekolah Menengah Pertama (info penting!). Sejak saat itu, saya langsung jatuh cinta pada Pak SDD beserta puisi-puisinya, dan sampai sekarang pun saat hujan pertama jatuh di tanggal 4 Juni 2013 kemarin, saya langsung teringat pada puisi ini.
Kali ini saya mau mengungkapkan ketertarikan saya di balik puisi ini...yah, dengan keterbatasan ilmu saya tentang puisi dan sastra. Toh, ini cuma pengakuan pribadi mengapa saya jatuh cinta.
Yang pertama adalah dari makna puisi ini sendiri. Menurut pemahaman saya, puisi ini bercerita tentang cinta yang terpendam, cinta yang tak terkatakan. Cinta seorang 'hujan' kepada 'pohon berbunga'. Entah kenapa saya hampir selalu tersentuh dengan jenis cinta seperti ini, cinta yang sengaja tak disampaikan, karena memang merasa belum pantas, karena ingin menjaga perasaan masing-masing, dan karena ingin menjaga kesucian cinta itu sendiri. Dan di zaman sekarang, zaman dimana orang-orang bisa menyatakan cinta segampang beli teh gelas di indomart.. saya semakin aware dengan sikap dan prinsip ini. Ini memang ada dalam ajaran agama saya, dan saya yakin apa yang diperintahkan dalam agama saya adalah yang terbaik.
Tau kan kisah cinta Ali dan Fatimah? Mereka yang memendam rapat-rapat perasaan, sampai setan pun tak tau, akhirnya pun bisa berjodoh. Kita sering lupa, bahwa masalah cinta dan jodoh tak hanya tentang 'aku dan kau', tetapi ada campur tangan Allah disana. Dan saya sangat percaya, skenario yang Allah tuliskan jauh lebih ciamik dan indah daripada roman sekelas Romeo and Juliet karya Shakespeare yang melegenda sekalipun.
Yang kedua adalah tentang pemilihan kata atau diksi dalam puisi ini. Hujan adalah kata yang sempurna untuk menggambarkan sosok seorang pecinta. Hujan itu sempurna menjadi pelaku. Dia selalu turun beramai-ramai (ya iyalah.. bukan hujan namanya kalo cuma turun setetes), bukti cintanya yang banyak. Selalu memberi dan tak mengharap balasan. Meski pohon berbunga itu tak pernah tau bahwa hujan yang menyokong hidupnya menaruh bibit rindu di setiap tetes rintiknya. Menjadikan hujan sesosok yang tabah, bijak, dan arif.
Dan yang terakhir adalah tahun kelahiran puisi ini sendiri. Puisi Hujan Bulan Juni diterbitkan sekitar tahun 1989, dan meski saya belum lahir saat itu, saya yakin bahwa pada zaman itu cuaca dan musim masih normal, belum kentara kena anomali cuaca akibat efek global warming. Musim hujan sekitar bulan September-April, dan musim kemarau terjadi antara bulan April-September. Pada waktu itu bulan Juni masuk pada musim kemarau, dan hampir tidak ada kemungkinan bakal turun hujan. Tapi pak SDD memilih hujan turun di bulan Juni dalam puisinya. aah..menurut saya ini cerdas sekali.
Well, adakah kalian yang mencintai seperti hujan bulan Juni?
0 komentar:
Posting Komentar