Kamis, 05 Juni 2014

ini hanya fiksi (15)

Leave a Comment
Move On


Elin mendadak meremas tanganku di atas meja dengan mata melotot, "Tono nembak lu? Kemarin? Lewat telpon?"

"Ya ga nembak juga kali, Lin.. 4 hari yang lalu. Doi cuma ngungkapin perasaannya pas dulu doang kok." Aku berkilah. "Awalnya sebenarnya doi nelpon buat nanya alamat gue, katanya mau ngebalikin barang gue yang doi ambil diem-diem pas sekolah dulu. Tapi gue ga merasa ada barang gue yang ilang, makanya gue ragu.. kan ga lucu kalo di suatu pagi tiba-tiba doi muncul di depan kostan gue. Nah, gue kasih aja alamatnya teh Inna, gue bilang kirimin aja ke alamat itu. Dan huwalaaa.. ini yang gue dapet dari teh Inna kemarin." Aku mengeluarkan sebuah kotak sepatu yang dibungkus kertas kado hijau daun. 

Elin dengan rakus membuka kotak itu. Matanya makin melotot mendapati isi kotak sepatu. "Gilaaaaaa...." komentarnya.

Ekspresi ku malah lebih kacau lagi saat membuka kotak ini kemarin. Bagaimana tidak, isinya adalah puluhan fotoku saat sekolah dulu, dalam berbagai pose, yang diambil diam-diam. Ada yang lagi minum saat masih pakai seragam drum band SMP (masih pakai kamera pocket fuji yang ada tanggalnya), ada yang saat aku kepedasan makan bakso di kantin SMA, ada juga saat istirahat latihan paskibra kelas X. Tidak hanya itu, aku menjumpai foto-fotoku semakin banyak saat aku memutuskan berhijrah dengan berkerudung di kelas XI. Foto saat rapat OSIS, rapat pengurus mushalla, foto ngobrol di kelas, foto ngehukum junior, dan masih banyak lagi. Dan semuanya diambil tanpa sekali pun aku sadari. Di dasar kotak sepatu itu ada tempat pensilku yang seingatku hilang saat ketinggalan di laboratorium bahasa. Ada sepotong kertas yang menempel pada tutupnya, "Ini milikmu semuanya, saya kembalikan. Maaf mengambilnya diam-diam. Tapi saya rasa kita sekarang impas, karena waktu itu kamu juga sudah mengambil hati saya diam-diam. Tono."

"Trus, lu udah confirm ke doi abis nerima ini?" cecar Elin.

"Enggak.. apa yang harus dikonfirmasi?" aku balik bertanya.

"Ya perasaan doi ke elu sekarang lah. Gila men.. ada cowok mendam perasaan suka sama elu selama 9 tahun dan ga ada yang tau. Lu ga penasaran sekarang doi masih suka apa enggak sama elu?"

"Gue rasa ga perlu, Lin.. Terus terang gue penasaran dia masih ada rasa atau enggak sama gue. Tapi ya ga mungkin lah gue mengkonfirmasi sesuatu yang sampai merendahkan martabat gue sebagai perempuan. Itu urusan doi. Gue cukup bersyukur aja doi begitu rapih menata semua perasaannya buat gue selama 9 tahun ini. Sampai gue ga tau dan ga kerasa terganggu. Dan gue apresiasi rapi banget hatinya dia itu."

"Maksud lu gimana, Ran? Gue ga ngerti... jelasinnya pake bahasa rakyat jelata dong." Elin merengut sebal.

"Hahaa Eliiin... maksud gue, sekarang ya lu liat aja deh.. banyak banget cowok yang begitu gampangnya ngegombalin setiap perempuan yang baru mereka temui. Dikit dikit bilang sayang lah, bilang 'I love You' lah. Lah, belum lagi ada yang ngaku-ngakunya ikhwan, ngaku-ngakunya shalih, tapi kerjaannya ngegodain perempuan mulu. Mirip sama abang-abang di pinggir jalan aja. Lu inget kan beberapa bulan lalu yang gue curhat gue lagi ketakutan gara-gara merasa insecure dimata-matain gitu?
Dikejar-kejar itu capek, ganggu banget. Perasaan "sayang" apa coba yang bikin sampai seorang perempuan merasa unsafe dan insecure gitu? Omong kosong lah kalo kata gue mah.. 
Nah, kalo kasus kaya' Tono ini, maksud gue.. selama doi ga ganggu gue, selama perasaan dia ga bikin gue merasa ga aman, gue fine-fine aja. Urusan perasaan dia ke gue ya urusan dia, hak dia, selama dia ga ganggu gue. Masalah kita berjodoh apa enggak mah udah diatur di Lauhul Mahfudz. Gituuu maksud gueee."

"Trus kalo besok-besok doi beneran datang ke sini, gimana Ran?"

"Siapa? Tono? Ya dateng aja lagi.. paling juga dateng-dateng mau nganterin undangan buat kita."

"Hah? Undangan apaan?"

"Jadi yaa.. dia ngebalikin semua foto-foto dan barang-barang ini karena dia udah muvon, dia mau nikah bulan depan, sama si Mira anak IPS2, inget ga lu?

Gantian Elin yang shock sekarang.


0 komentar:

Posting Komentar