Rabu, 23 Januari 2013

A Note from My Little Island

Leave a Comment

Hello, this is me again! this is about my 13 days in my hometown, Biak.

Saya tiba di pulau kecil di belantara Samudera Pasifik ini 11 Januari 2013 pukul 8.15 WIT, setelah terbang sekitar 255 menit dari Bandara Internasional Juanda, Surabaya + 45 menit transit di Bandara Internasional Sultan Hasanuddin, Makassar.

dalam perjalanan pulang dari Bandara Frans Kaiseipo yang hanya memakan waktu 15 menit ke rumah, saya cukup melihat beberapa perubahan yang terjadi sepeninggalan saya selama beberapa tahun terakhir, antara lain:
1. pelebaran jalan dan pembuatan batas ruas jalan yang dilakukan sepanjang jalan utama, dan penggunaan solar cell dan sensor cahaya untuk lampu jalan.
2. tulisan "MESS GUNADI" (Mess TNI AU tempat saya tinggal selama dikarantina saat Paskibra dulu) telah diubah menjadi "AIR FORCE".
3. ATM Center di Swalayan Hadi yang bertambah banyak.
4. udah ada papan petunjuk jalan di setiap persimpangan, hahahaa keren :)

selain itu saya ngantuk, jadi tidak memperhatikan, hehee :D

keesokan harinya perihal pelebaran jalan itu saya tanyakan kepada ibu saya. karena saya merasa pelebaran jalan bukan sesuatu yang urgent untuk dilakukan, mengingat kuantitas kendaraan yang tidak begitu banyak di sini. Biak toh tidak pernah mengalami macet. dan jawaban ibu saya cukup satu kata: Pembangunan.

yah, tapi ini tetap Biak, kota kecil di pulau kecil di provinsi yang paling jauh dari pusat metropolitan Indonesia.. dimana semua bahan-bahan yang dikonsumsi penduduknya mulai beras sampai alat transportasi hampir semua didatangkan dari tempat lain, dengan jumlah dan pilihan yang sangat terbatas. Masalah pertama yang saya temukan adalah saya tidak bisa menemukan facial foam yang biasa saya pakai bahkan di swalayan terbesar kota ini. terus saya harus mencari kemana lagiiii?? ok, ini bisa jadi first world problem! :p

kemudian masalah kedua akibat pendatangan barang-barang dari tempat lain tadi adalah: harga. 
oh, meeeen... serius banget ini weh. kerasa sekali jika sudah beberapa lama tinggal di suatu tempat dengan harga segala macam yang terjangkau (dalam kasus saya, Malang) lalu kembali ke Biak: mahaaaaal!! expensive!! 
contoh kecil perbandingan harganya adalah: di Malang sayur hijau dihargai 500 rupiah per ikat-nya, sedang di Biak seikat sayur hijau harganya juga 500, tapi dengan tambahan 1 lagi angka 0 dibelakangnya, yups, 5000 rupiah.
barang lainnya selisihnya bisa 5000-10000 rupiah, dan untuk kendaraan bermotor roda 2 selisih harganya bisa sampai 7.000.000 rupiah.
nah, buat saya yang sedang pelit karena (pura-pura giat) nabung, akhirnya akan banyak seru-seruan "haaaa.. mahal! ga jadi beli deh, ntar aja belinya pas balik ke Malang!" hahaa..  kalo sudah begini biasanya Ibu yang ngebeliin :p

satu lagi, BBM adalah sesuatu yang sedikit langka di sini. FYI aja, saya pernah baca ini di status facebook seorang teman saat ramai-ramainya wacana kenaikan harga BBM oleh Pemerintah beberapa waktu lalu:
"Interesting view point dari Papua yang perlu dibaca oleh para pendemo BBM:
'Kami masyarakat Papua SETUJU kenaikan BBM Rp 8.500/liter pun tak jadi masalah yang penting POM bensin jangan kosong...
Toh kami sudah terbiasa membeli bensin eceran yang harganya Rp 18.000 lebih.
Hingga kalau kekosongan kami bisa beli bensin hingga Rp 70.000 per liter. Jadi kalian masyarakat Jawa, sebelum demo BBM naik, Coba pikirkan nasib kami yang tinggal di daerah.
Minyak kami kalian sedot untuk supply ke Pulau Jawa, sedangkan kami  kekosongan di POM bensin bahkan sampai berminggu-minggu sudah hal biasa. kalian di Pulau Jawa kekosongan di POM baru 1 atau 2 hari, sudah ribut luar biasa. Di liput semua media...
Ingat!! Indonesia bukan hanya pulau Jawa, ada 17,000 pulau lagi...
yang setuju silahkan sampaikan kepada yang lain...
Terima kasih.
qoute from Andres Yuliandi.' 

benar, saya setuju. di Biak ini hanya ada 2 SPBU, dan setiap hari antriannya membludak hingga ke jalan-jalan. bahkan tidak jarang SPBU itu sudah tutup sejak pagi karena kehabisan BBM setelah 2 atau 3 jam buka.
Indonesia itu yang mana? Jakarta sana? atau se-Pulau Jawa? atau yang seperti katanya nenek moyang kita, dari Sabang di ujung Pulau Weh sampai Merauke? 

but well, di luar masalah itu semua saya rasa masyarakat Biak adalah orang-orang yang qonaah atau nrimo. menerima segala kondisi kota Biak ini dan membangun zona nyaman mereka atas itu. mereka tetap nyaman dengan segala keterbatasan akses dan ketersediaan kebutuhan konsumsi, tetap nyaman dengan harga-harga yang selangit, tetap nyaman dengan pembangunan dan perkembangan teknologi yang sangat lamban, tetap nyaman dengan semua itu. 

dan ini sungguh membuat saya bersyukur sekali diberi kesempatan untuk mengecap pendidikan di Malang, di mana semuanya tersedia dengan harga yang terjangkau. 
Alhamdulillah.. 

0 komentar:

Posting Komentar