Kamis, 30 Mei 2013

ini hanya fiksi (8)

Leave a Comment
Bolehkah Aku Tau Nama mu?


Hai, aku Ari. Boleh tau nama mu?

Namaku Ari. Malam Minggu ini aku memutuskan pergi ke bookfair di tengah kota alih-alih tinggal di kontrakan sendirian. Berkutat dengan buku dan komik jauh lebih menyenangkan dibanding ngapel di kostan anak gadis. Aku lebih suka berjam-jam membaca, main PES, nonton bola atau naik gunung bersama sohib-sohibku. 

Namaku Ari. Mahasiswa. Orang bilang aku jomblo, padahal tidak, aku ini masih single. Pacaran itu ribet menurutku, harus lapor-lapor ke orang lain segala macam setiap 5 menit sekali. Hubungan yang tidak dilindungi oleh pemerintah pula, males banget kan? Aku percaya pacaran bukan jalan yang baik untuk mendapatkan pendamping hidup. Meskipun begitu, bukan berarti aku tidak pernah memikirkan tentang lawan jenis. Aku ini masih normal. Dan, ada seorang perempuan yang belakangan ini selalu mampir ke pikiranku, perempuan yang sangat ingin aku temui lagi, dimana pun dia sekarang berada, meski hanya untuk tau namanya.

Aku tengah berada di salah satu booth penerbit buku ketika melihatnya. Abu-abu. Kerudung dan roknya abu-abunya langsung menarikku ke arahnya bak magnet. Entahlah, dia bersinar. Matanya besar dan tajam. Aku ragu, jangan-jangan dia kesini dengan seseorang. ah tapi akhirnya aku mendekat pula ke padanya. Kini jarakku dan jaraknya tak lebih dari 2 jengkal, aku pun bisa lebih memperhatikannya diam-diam sambil pura-pura membaca buku. Dia begitu khusyuk menjelajahi sebuah ensiklopedia  hingga tak sadar aku beringsut mendekatinya. Seorang penjaga booth menjatuhkan buku tak jauh dari kami, menimbulkan suara gedebuk yang akhirnya membuatnya mengangkat muka mencari sumber suara. Saat itulah dia menatapku yang juga masih menatapnya. Dia tersenyum. Manis sekali. Itu senyuman termanis yang aku dapat seminggu terakhir ini, setelah senyum Dian Sastro yang aku lihat di sebuah iklan teve kemarin sore. Dia masih tersenyum ketika aku tiba-tiba gelagapan, sibuk membalik-balik halaman buku yang pura-pura aku baca.

Namaku Ari. Belum pernah aku segentar ini menghadapi perempuan. Dia kembali asyik dengan ensiklopedianya, dan aku saking gugupnya, hendak menyapa tapi tak ada suara yang keluar dari kerongkonganku. Mulutku terbuka dan tak ada suara yang keluar. Ini aneh! Aku bergegas meninggalkannya menuju toilet.

"Assalamualaykum. Hai, boleh kenalan?
Hai, aku Ari. Kamu siapa?
Ari Dirgantara. Kamu?"

Aku berlatih berulang-ulang selama 10menit di toilet, berbicara pada dinding. Setelah memastikan suara dan penampilanku ok, aku keluar dan kembali ke booth tadi. Gawat!!! Tidak ada. Dia sudah pergi. Kemana ia? Sudah pulangkah? Pikiranku kalut, baru juga ditinggal sebentar padahal. Aku berputar dan mendapati kerudung abu-abu di deretan kursi depan panggung tak jauh dari booth tadi. Ah, ya... benar itu dia. Dia duduk sendiri membaca. Sebentar lagi acara talkshow dengan salah seorang traveller dimulai. Sang MC sibuk mondar-mandir menyapa para pengunjung. Aku mendekat dan tau-tau duduk sederatan kursi dengannya. Tujuanku duduk hanya ingin melihatnya lagi dan  bertanya siapa namanya, tak peduli dengan si traveller itu. Toh, kenal saja tidak. Deretan kursi itu terdiri dari 5 buah kursi kosong yang berjejer. Dia duduk di ujung kiri dan aku duduk di ujung kanan.

Ini saatnya, aku bertekad dalam hati.

Aku menggeser duduk dua kursi mendekat ke arahnya. Dia menoleh, tersenyum lagi. Dan lagi-lagi kekuatan yang aku kumpulkan di toilet tadi menguap bagai alcohol yang ditaruh di bawah terik matahari. Aku kikuk membalas senyumnya lalu lurus-lurus menatap ke depan.Tak berani berkutik.

Acara talkshow dengan salah seorang traveller dimulai. Dia menutup bukunya dan mulai menyimak obrolan MC dan sang traveller. Senyumnya semakin terkembang dan matanya berbinar-binar. Tampaknya dia sangat mengagumi sang traveller. Aku perhatikan ranselnya yang ditaruh di dekat kakinya, oh, pantas... ranselnya penuh dengan kain-kain tambalan bertuliskan nama-nama tempat tujuan travelling, Indonesia dan juga luar negeri. Semuanya dijahit acak hampir memenuhi tas. Ada beberapa gantungan kunci cinderamata dari Tangkuban Parahu, Malioboro Djogja, KarJaw, dan yang tak terlihat lagi.

Datang seorang ibu dan putranya yang berumur sekitar 10 tahun duduk disebelah kananku. Bisa saja ini aku jadikan alasan untuk menggeser duduk lebih dekat dengan perempuan bersenyum manis ini, tapi entah mengapa urung kulakukan. Aku takut mengganggunya. Beberapa saat kemudian, suami si ibu sampingku datang, berbicara dengan istrinya sembari berdiri. Perempuan itu menoleh ke kanan, ke arahku, tajam, tanpa berkata apa-apa. Aku terkesima, balas menatapnya. Lama, sekitar 2 menit yang aku rasa 2 tahun, lalu aku tersadar dia bukan menatapku, pandangannya melewatiku dan sampai ke bapak-bapak dan istrinya di sebelahku. Aaarrggghh...

Masa' iya dia tak menyadari kuperhatikan sedari tadi? apa sebenarnya dia sadar tapi sengaja mengacuhkanku? aku mulai berasumsi. Ya udahlah, langsung saja kusapa ya. Kebanyakan mikir nih malah ga jadi-jadi nih. Tepat saat itu ponselku berbunyi. Si Radit, teman kontrakanku memanggil.

"Halo.."
"Ri, dimana lo? Cepet pulang lah!"
"Di bookfair. ah, kenapa sih? gue lagi ada misi penting nih."
"Pulang sekarang dah! Kunci kontrakan gue ilang lagi, gue ga bisa masuk nih."
"Kebiasaan! Ga ah.. lo telpon Eko atau Panji sana! atau ga bobol aja deh.. "
"Gila! disangka maling habis lah gue. Eko kan pulang kampung. Panji juga lagi ngapel sama ceweknya. tolong dong, Ri..."
"Kampret lo! Ya udah, gue pulang nih!" aku berusaha mengecilkan suaraku.

Namaku Ari. Akhirnya aku pulang tanpa sempat berkenalan dengan gadis berkerudung abu-abu itu. Setelah hampir 1 jam mengintainya, ujung-ujungnya pun aku tak berani bahkan hanya untuk bertanya siapa namanya. Ini seperti udah nungguin ditraktir temen makan pizza sejak bulan lalu pas hari-H doi sakit, ga jadi nraktir, malah pinjem duit ke kita. Ngenes.

Yasudahlah. Kota tempat tinggalku ini luas, ditinggali oleh ribuan orang... tapi aku berkeyakinan kalo memang jodoh kita akan bertemu lagi kok. Sampai jumpa gadis berkerudung abu-abu, lain kali pasti akan kutanyakan siapa namamu.



Malang,
30 Mei 2013

Read More...

Rabu, 29 Mei 2013

abaikan

Leave a Comment
mendadak galau. serasa benar-benar sendiri. ditinggalkan semua orang naik perahu nabi Nuh dan cuma saya yang ga diajak. 
Ah... yasudalah... emang usaha saya belum ada apa-apanya, doa pun sekadarnya, niat juga kadang ga ikhlas kan?  
mari perbaiki diri. semangaaaaaaat!!! 

Read More...

Senin, 27 Mei 2013

Talkshow with bang Darwis Tere Liye

Leave a Comment
Yeayyy... belakangan ini benar-benar candu bertemu dan berdialog langsung dengan para penulis atau sesiapapun yang keren dan menginspirasi.

Beberapa waktu yang lalu saat mendengar bang Tere Liye akan berada di UnAir Surabaya, saya langsung galau, ingin ikut tapi tidak memungkinkan untuk berangkat kesana sendiri. Akhirnya mendapat rekomendasi dari seorang kawan untuk ikuti saja SGM4 yang diselenggarakan oleh mahasiswa FTP UB, ada bang Tere Liye-nya juga kok.

di tiket yang saya beli tertulis acara di mulai jam 08.00 , padahal saat itu saya masih membina pelajar di sebuah yayasan dan setelahnya pun masih ada rapat evaluasi. Akhirnya saya tiba di pelataran Widyaloka Universitas Brawijaya tepat setelah shalat dzuhur. Kata mbak panitia, sekarang sudah closing dari pembicara sebelumnya, saya pun memutuskan untuk menunggu talkshow di hall saja. Sayang juga sih beli tiket seminar mahal-mahal tapi cuma bisa ikut talkshow di akhir acara....tapi yah, gimana lagi coba. Wan Wan Emoticons 20

Beberapa saat berlalu, saat saya tengah memandangi novel-novel terbaru bang Tere Liye yang belum terbeli, muncul sesosok lelaki yang dirubungi panitia-panitia berseragam batik mendekati meja stand tempat saya berada. Haaaa... itu bang Tere Liye!! Pakai kupluk dan sweater kaos abu-abu, celana jeans, dan sendal jepit swallow... takjub lah saya. Serasanya pengen langsung nyodorin novel Bidadari-Bidadari Surga yang saya bawa buat ditandatangani langsung oleh penulisnya. Tapi saya berhasil menahan diri. Pikir saya, bang Tere mungkin capek, baru datang dari bandara, tuh.. masi pake sendal jepit. Masih mau berganti pakaian untuk talkshow nanti. Makanya setelah itu beliau masuk ke ruang tunggu.

Jam 1 siang setelah ishoma, saya masuk ke ruang talkshow...dan saat acara dimulai dan bang Tere Liye masuk ke ruangan pun ternyata masih pake atribut yang sama yang saya sebutkan tadi, termasuk sendal jepitnya. ahahaa... keren lah ini orang, sungguh!
Kemudian beliau mengawali bagi-bagi ilmu menulisnya dengan mengajukan sebuah pertanyaan, retoris menurut saya, "kenapa harus menulis?" yang dijawab sendiri dengan memberikan dua buah cerita. Pertama mengenai 3 dokter yang cantik hatinya, dan yang kedua tentang pohon kelapa yang tidak pernah kemana-mana. Baca sendiri ya.. ada kok ceritanya di fanpage Tere Liye ini. 




Secara garis besar saya tuliskan kembali tips menulis ala Tere Liye ya...dibaca saja dulu, saya tidak banyak mencatat soalnya, saya lebih suka merekam :)
Oiya, yang saya tulis tebel ini bener-bener dari bang Tere lho, kalo penjabarannya sih saya kembangin sendiri... maap kalo ngawur :P

  1. Menulis dengan sudut pandang spesial.
    Well, ini menarik. Pernah nonton Shrek? semua sekuelnya? sadarkah bahwa semua cerita dari yang pertama sampai keempat sama? ada seorang putri raja yang cantik jelita, ditawan  di sebuah kastil yang dijaga oleh naga buas yang bisa menyemburkan napas api, lalu ada ksatria yang datang menyelamatkannya, lalu mereka berdua menikah dan hidup bahagia selama-lamanya. 
    Got it? yang membedakannya sehingga kita ga bosen nontonnya adalah sudut pandang yang special dalam melihatnya. Peran naga diganti ibu peri, kastil diganti gubuk, dan lain-lain. Dalam talkshow kemarin bang Tere Liye meminta kami untuk menuliskan tentang "Mulut". Sederhana. 1 kata saja. Sebisa mungkin jangan berpikir biasa dan lalu menuliskan yang biasa juga semisal, "mulut adalah tempat kita memasukkan makanan saat sedang makan. Di dalamnya terdapat gigi-gigi yang tersusun bla..bla..bla..."
    Tapi tuliskan sesuatu yang berbeda, yang tak terpikirkan oleh orang lain, out of the box. Contohnya? Cobalah pikirkan dan tuliskan sendiri, huehehee Onion Head Fanmade Emoticons 17
  2. Selalu punya amunisi
    Amunisi? mau perang nih? Maksudnya amunisi buat nulis lah... biar kamu selalu tau mau nulis tentang apa yang bagaimana, mau nulis tentang siapa yang bagaimana, mau nulis apa sajaaa...
    Ya aneh kan kalo kita mau nulis tentang Yuri Gagarin misalnya, tapi kita kenal dia aja nggak, tau kerjaan dia aja nggak...ya akhirnya ga nulis apa-apa deh.
    Jadi ya perbanyak amunisi, banyak-banyakin bahan buat nulis, memperluas wawasan juga. Caranya: sering-sering baca buku, baca artikel, baca apapun, termasuk baca semua kejadian dan tanda-tanda di sekitar kita, termasuk sering-sering melakukan perjalanan dan berinteraksi dengan orang lain.
  3. Mulai menulis itu mudah, gaya bahasa hanya masalah kebiasaan, menyelesaikannya lebih mudah lagi.
    Pernah ga kamu makan masakan rendang emak kamu yang super enak trus penasaran kenapa rasanya ga sama dengan rendang yang kamu beli di warung padang deket kostan? Saya sering, trus sering pula maksa ibu saya ngasih tau  apa bumbu rahasianya, tapi kata ibu saya ga ada, ya dimasak-masak aja itu daging sapi.
    Gitu juga sih sama kalo nulis, gimana ya bang Tere Liye bisa bikin kalimat-kalimat ajaib yang bikin air mata berderai-derai? ya ditulis-tulis aja... gaya bahasa dan diksi bisa menyesuaikan kok. Hahaa... walopun saya sendiri juga sering nulis dan banyak yang ga selesai karena tiba-tiba kehabisan ide *keplak kepala sendiri* Wan Wan Emoticons 54
  4. Tidak ada tulisan yang baik ataupun jelek, yang ada hanya tulisan yang relevan atau tidak relevan.
    Ternyata eh ternyata, novel Hafalan Shalat Delisa adalah novel yang belum selesai. Jadi, ketika bang Tere Liye menuliskannya sampai part Delisa menemukan kalung dan lalu terjatuh itu bang Tere juga males ngelanjutinnya, akhirnya naskah gantung itu dikirimin ke penerbit dan dibukukan lalu terjual ribuan copy. Nah, it means... suka-suka aja kalo nulis sesuatu. Hak nulis sepenuhnya ada di tangan si penulis itu sendiri, mau ditutup meski cuma satu paragraf, mau ditutup setelah setebal gabungan novel Harry Potter 1-7, sah-sah saja.
    Tapi ini cuma berlaku untuk tulisan fiksi lho... tidak berlaku untuk skripsi. Kebayang ga, lagi sumpek di bab III, mentok ga ada ide lagi trus nekat nulis TAMAT... hahaaa... eh, maap mendadak curhat.
    Oiya, masalah relevan-tidak relevan ini juga berlaku buat skripsi loh, kalo katanya Pak Anies Baswedan "skripsi yang baik adalah skripsi yang selesai", nah.. kalo skripsi udah selesai cuma pas ujian kita dibantai habis-habisan, berarti dosen penguji itu yang ga relevan dengan skripsi kita, bukan skripsi kita yang ga baik, kan? hahaaa *dibacok dosen* 
    Miss Bone Emoticons 19
  5.  Latihan, latihan, latihan! Terakhir ya sering aja nulis buat ngelemasin tangan dan ngelancarin otak mikir, ngerangkai kata... sama kaya' MC yang asik dan ga garing karena sering bawain acara dan tinggi jam terbangnya, penulis yang semakin sering nulis juga bakalan bisa bikin tulisan yang ok kaya' bang Tere Liye kok, aamiin :)
Miss Bone Emoticons 105


Di akhir acara saya nitipin novel Bidadari-Bidadari Surga yang saya bawa kepada panitia untuk ditandatangani oleh bang Tere. sayang sih ga bisa minta langsung, tapi ga apalah... keempat novel bang Tere yang saya miliki sekarang sudah ditandatangani semua akhirnya 

 


Read More...

Sabtu, 25 Mei 2013

Talkshow with mas Agustinus Wibowo

Leave a Comment
Tepat setelah shalat Maghrib saya berangkat ke Skodam Tugu, sendiri. Malam minggu ini masih gerimis, titik-titik hujan yang jatuh bisa membuat jacket yang saya pakai kuyup juga sesampainya di sana. Well, berbeda seperti bookfair yang biasa, bookfair kali ini hanya menampilkan buku dari sedikit penerbit, diantaranya InDiva, Kompas, dan Gramedia sebagai penyelenggara utamanya. Banyak buku dan komik yang menggiurkan, salah satunya Ekspedisi Cincin Api. Laaaah... ini buku udah kaya' ensiklopedi, keren banget. Sayang mahal :(

Ok, tapi sebenarnya tujuan saya datang ke bookfair menembus gelap dan hujan ini adalah untuk mengikuti talkshow dengan mas Agustinus Wibowo, the author of Selimut Debu, Garis Batas, dan Titik Nol. Well, he's a traveller... that's why I'm so excited :')

Sekitar jam 19.00 talkshow dimulai. Awalnya cuma ada 2 MC di panggung lalu diputarlah trailer yang berisi foto-foto jepretan mas Agustinus Wibowo, saya sampai melongo dibuatnya. Itu asli keren bangeeeet... dan kata-kata penyandingnya pun pas banget, kena banget apa arti perjalanan sebenarnya.
Lalu, setelah trailer selesai, si MC manggil mas Agustinus Wibowo, dan yang bergerak maju adalah mas-mas berkemeja hitam dengan aksen batik yang duduk di sebelah saya. Omaigaaaaaad.... itu tadi yang duduk samping kiri saya mas Agustinus Wibowo gitu?? Astaga, saya sering melihat wajahnya, tapi saya benar-benar ga menyangka kalo beliau bakal maju dari kursi penonton, bukan dari belakang panggung seperti dugaan saya.



Dan butuh 10 menit mendengarkan bincang-bincang dengan MC saja saya bisa tau kalo mas Agustinus ini orangnya rendah hati dan santun sekali, pemilihan kata-katanya enak, tanpa ada nada untuk menyombongkan diri.

Mas Agustinus Wibowo memulai perjalanannya saat selesai kuliah di Beijing, China. Beliau memilih   perjalanan darat dengan tujuan negara-negara -istan (Afganistan, Uzbekistan, Tajikistan, Pakistan, dll). Kenapa perjalanan darat? Kenapa ke negara-negara Asia yang rawan perang, bukan ke Eropa yang bak surga? Biaya, brooo... masalah klasik, biaya. Mas Agustinus saat itu hanya mempunyai uang 20 juta rupiah di koceknya dan perjalanan dengan jalur darat ke negara-negara tersebut memang lebih murah biayanya. Beliau sempat tinggal 3 tahun di Afganistan sebagai wartawan perang, dan disitu beliau benar-benar merasakan keramahan orang-orang di sana.

Dalam talkshow tersebut saya juga sempat bertanya tentang beberapa hal; 
1. tentang bedanya 'the real traveller' dengan (meminjam istilahnya mas Agustinus sendiri) 'pencari eksotisme', 
2. suku Pushtun yang sempat heboh belakangan ini akibat isu-isu yang beredar lalu sempat ditweetkan oleh mas Agustinus, dan 
3. rencana ke depan mas Agustinus setelah menikah, kali saja beliau ada rencana untuk melakukan couple traveller seperti mbak Dina dan Ryan @DuaRansel :P

Akhirnya seluruh pertanyaan saya itu dijawab lengkap tuntas oleh mas Agustinus. Sangat memuaskan dibalut kalimat yang santun dan penjelasan yang tidak menjemukan. 
Dan saya pun dapat sebuah bingkisan berbentuk buku karena sudah bertanya, tapi yakin banget dah saya ini bukunya bukan dari mas Agustinus Wibowo, tapi dari pihak penyelenggara... kenapa? soalnya setelah dibuka ternyata isinya adalah buku "Dahlan Iskan Sang Pendobrak". Liat deh... nyambung di bagian mananya cobaaaaa?? 


Tapi, tetep dah bersyukur dapat buku gratis. Alhamdu.... lillaaaah :D

Beberapa tahun tinggal di negara-negara Islam membuat mas Agustinus Wibowo juga ikut menghormati para muslimah, buktinya saat saya bertanya soal suku Pushtun itu, mas Agustinus paham bahwa kaum tersebut sangat menjaga wanitanya sehingga hendak mengambil gambarnya saja harus meminta ijin kepada keluarganya dulu. 
Saat memberikan bingkisan buku ke saya juga kemarin mas Agustinus tidak menjulurkan tangannya mengajak saya bersalaman, melainkan langsung mengatupkan kedua tangannya di depan dada. Dan mendapat perlakuan seperti ini dari lelaki non muslim tentu saja membuat saya merasa sangat dihargai :D

Over all, seperti yang sudah saya tulis dan sudah kalian baca tadi, mas Agustinus itu orangnya keren, hasil fotonya keren, bukunya keren, dan obrolannya pun keren. Kesimpulannya, mas Agustinus Wibowo itu kereeeeeen!!

:D
Read More...

Kamis, 23 Mei 2013

Yang Ketemu di Jalan

Leave a Comment
Mahasiswi tingkat akhir, saya ini.
Beberapa lama jarang ke kampus karena memang tak ada lagi kuliah, padahal kostan saya hanya seplesetan dari kampus. Malah sebulan ini lebih sering nyelonong ke kampus tetangga ketimbang kampus sendiri.
Hingga siang kemarin, saat saya ke kampus untuk mengurus suatu ihwal persuratan, saya bertemu bapak-bapak.. eh, seorang bapak aja sih yang tugasnya membersihkan masjid kampus. Saya ga tau nama bapak ini, hanya saja sejak dahulu kala saat saya masih sering ke kampus, setiap ketemu bapak ini pasti saya senyum dan sapa. 
Kemarin itu, saat saya jalan santai sendiri menuju fakultas, ketemu lagi lah sama bapak ini... eh, ga disangka beliau yang duluan menyapa. 

"lama ga liat mbak ini... abis di rumah ya, mbak?"
saya kaget, lalu tertawa ringan... "Hehee, nggak kok, pak. saya disini-sini aja"

"udah selesai to, mbak?"
"belum, pak... masih ngerjain skripsinya" jawab saya, malu juga sih ditanyain gitu.
"semoga cepet wisuda ya, mbak..."
"aamiiin, makasih pak... saya mau ke fakultas dulu, pak.." saya pamit undur diri.

Sampai di fakultas lalu nunggu lift, ketemu pula sama Mr. Robert, dosen PKPBI saya saat masih semester 3 lalu. Dan ga disangkanya lagi, beliau juga masih ingat ke saya, haqqul yaqin karena saya dulu yang paling cerewet di kelas Bahasa Inggris nya dahulu, hahahaa :D

dan dimulai lah percakapan yang kurang lebih sama dengan percakapan sebelumnya.

Yah, inti tulisan ini memang ga jelas... tapi satu amanat penting yang mungkin bisa saya ambil dari tulisan ini adalah: "jika Anda adalah mahasiswa tingkat akhir, persiapkan mental anda untuk menangani obrolan-obrolan seputar status, skripsi, dan wisuda. Dan jangan cemburu jika orang-orang yang Anda temui akan lebih sering menanyakan kabar skripsi Anda ketimbang kabar Anda sendiri. Sekian."



Salam Super,

Malang, 23 Mei 2013

Read More...

Kamis, 16 Mei 2013

Lelaki itu...

Leave a Comment
Ini tentang lelaki yang kepadanya jatuh cinta saya yang pertama.
Ini tentang lelaki paling jujur dan bertanggungjawab yang pernah saya kenal seumur 22 tahun hidup ini.
Bapak.
Bagaimana tidak, saat saya pertama tiba di dunia benderang ini, suara adzan dari mulut beliau lah yang sayup-sayup pertama dikenal oleh pengindera ini.

Bapak saya itu orangnya biasa aja, tapi secara personal, beliau luar biasa.
Pernah suatu kali saya bertanya-tanya, kenapa hampir semua orang yang ada di kota kami mengenal bapak, selalu menyapa... kata bapak, teman saja sedari dulu. Hingga pada suatu hari, saat bapak mengantar saya ke bandara, salah satu supervisor yang baru keluar dari kantor yang melihat bapak langsung datang menghampiri dan menyalami bapak. Setelah ngobrol sebentar, orang itu pamit dan kembali melanjutkan pekerjaannya.

"Siapa, pak?" saya bertanya.
"Pak X. Dulu Bapak yang ngajarin, sekarang sudah jadi orang gede."

Saya diam. Mikir. Setau saya bapak ga pernah jadi guru. Sejak dahulu sudah berprofesi sebagai orang yang mendedikasikan hidupnya menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ah, rupanya banyak hal rahasia yang belum saya ketahui dari lelaki hebat ini...

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Maret kemarin, keluarga saya pindah keluar dari rumah dinas karena bapak saya sudah hendak pensiun. Rumah baru kami jaraknya hanya sekitar 300m dari rumah dinas tersebut, dan pula masih berada di sekitar asrama tentara. 

Disini, saya sedikit gusar. Apa kabar bapak setelah tidak lagi ngantor? Pasti beliau kesepian...
Diam-diam saya sering menelepon ibu sekedar untuk bertanya apa kabar bapak, sedang apa. 

"Bapak lagi ke masjid."
"Masjid x (asrama dulu)?"
"Nggak dong, sekarang tiap hari ke masjid y, shalat 5 waktu. Biar ada undangan dan hujan sekalipun."

Jawaban ibu membuat saya tercengang dan bangga, bahwa setelah ini pun bapak saya semakin rajin ke masjid. Dulu, saat masih di asrama dan aktif bekerja, bapak saya hampir ga pernah ketinggalan berjamaah di masjid asrama. Subuh, dzuhur dan ashar saat masih jam kantor, lalu pulang jam 16.30, mandi dan menunggu magrib, lalu ke masjid dan tak pulang sampai isya.

Bapak juga sudah menjadi anggota DKM Masjid x selama  puluhan tahun, jadi bendahara masjid  selama dua periode karena ga ada lagi anggota lain yang dicalonkan. Masjid x yang notabenenya adalah masjid asrama, hanya ramai ketika shalat jumat, shalat tarawih, dan hujan saat waktunya shalat Ied.
Selain itu, sepi... paling banyak tak lebih dari 10 orang makmum setiap harinya. Pernah pun, bapak hanya seorang diri di masjid. Takmir masjid entah kemana sehingga tak ada yang mengumandangkan adzan walau sudah masuk waktu shalat. Akhirnya bapak adzan, menunggu, tak seorang pun yang datang. Bapak shalat sendiri lalu pulang.

See? Lelaki seperti itu mana bisa tidak membuat saya jatuh hati... 
Lelaki sederhana yang tak pernah macam-macam, sayang keluarga, dan hatinya selalu terpaut dengan masjid.
Bapak yang selalu ngajak saya lomba siapa yang lebih dahulu khatam bacaan Qurannya setiap Ramadhan. Bapak yang selalu cemas saat saya absen menelpon ke rumah. Bapak yang selalu mengajarkan dari tingkah lakunya bahwa kejujuran adalah barang berharga warisan agama ini yang harus selalu dijaga.
Semoga Allah masih menyimpan cadangan lelaki seperti bapak sebagai jodoh saya nanti :)



Untuk beliau, bapak juara satu di seluruh galaksi Bima Sakti...
Malang, 16 Mei 2013

Read More...

Jumat, 10 Mei 2013

ini hanya fiksi (7)

Leave a Comment
Aku bertanya-tanya pada diri, apa yang kucari? 


Setelah beberapa saat, aku mulai muak dengan semua rutinitas ini. Rupanya terlalu lama aku bersemayam dalam zona nyamanku. Hingga hari ini ada bosan dalam nyaman.
Aku capek. Bosan. Jenuuuuuh!
Seperti terhimpit di ruang besar nan luas, hanya ada aku seorang.
Seperti terpenjara dalam sarang emas, padahal aku adalah burung bebas.

Seutas pikiran dalam kepala berkata padaku, "Kau telah menjadi contoh nyata dari Hukum Gossen."
"Maksudmu?"
Pikiranku lalu berkicau, "Hukum Gossen bicara tentang tambahan kepuasan yang akan semakin menurun. Intinya, jika  suatu kebutuhan dipenuhi secara terus-menerus, maka akan terbit rasa bosan. Manusia itu, yah... manusia macam kalian itu terlalu manja, apa-apa minta dipenuhi, tapi tak pernah  merasa puas!"
Aku diam, pikiranku diam, semua diam.

Sudah, mari tinggalkan sejenak pikiranku itu, dia benar, tetapi aku tengah sebal, malas menanggapinya. 
Lalu datang sebersit perasaan menyapa, "Kau kenapa?"
"Aku capek berdiam, aku lelah berkeluh di pojokan, aku bosan dengan kenyamanan ini.... aku ingin terus berlari, terus menantang hidup, merasakan lagi ketidakpastian demi mencari kepastian. Aku tak ingin terus seperti ini, hanya berkutat dengan kehidupan dalam radius 15km, dengan semua orang yang aku kenal, dengan rumput dan pohon yang telah aku hapal. Aku ingin kembali merasakan degup jantung saat tak tau harus memilih jalan ke kanan atau ke kiri, penasaran dengan wajah-wajah asing siapa lagi yang akan aku temui, dan obrolan-obrolan tengah malam yang kaya hikmah." Aku meluber, menumpahkan semua uneg-uneg.
Perasaanku diam, tersenyum lebar, lalu bertanya pelan, "Kau sudah bersyukur untuk hari ini?"


Malang, 10 Mei 2012,
Pagi yang tak lagi dingin

Read More...

Rabu, 08 Mei 2013

Cermin

Leave a Comment
al-Umm madrosatul ulaa
Ibu adalah sekolah pertama.

Karena itu seorang perempuan harus cerdas, harus banyak membaca, harus berwawasan luas, dan tentu saja memiliki pemahaman yang baik. Apapun profesinya. Entah wanita karier atau ibu rumah tangga.

Sejak zaman dahulu, entah mengapa sudah tertanam dalam pemikiran bahwa seorang perempuan harus cakap dalam urusan rumah tangga, mulai masak, membereskan rumah, sampai mengatur manajemen keluarga. Mungkin karena budaya timur yang kita anut.

Anggap saja saya kenal seorang ibu rumah tangga, seorang ibu yang 85% waktunya berada di rumah, aneh saja melihat rumahnya tak tertata rapi. Buku-buku pelajaran anaknya berserakan di sana-sini, tas dan sepatu seenaknya menjajah ruang tamu.
Sedih rasanya jika melihat seorang ibu yang seharusnya mendidik budi pekerti sang anak malah asyik menyimak drama Korea di teve sore-sore, sementara si anak duduk bersama orang lain yang bukan siapa-siapa, mengajarkan doa hendak belajar sampai memimpin shalat berjamaah.

Dari ibu-ibu itu kemudian saya bercermin. Ada bayangan yang terpantul, tapi tidak seperti bayangan maya, diperbesar, dan terbalik yang dihasilkan lensa cembung... saya melihat dan mulai menandai apa yang harus saya lakukan jika saya menjadi seorang istri dan ibu nanti.

Sempurna-nya seorang perempuan bukan karena dia telah menjadi ibu. Saya rasa itu masalah kesempatan. Bagaimana dengan perempuan-perempuan lain yang belum atau tidak berkesempatan? Yang belum menikah, yang tidak kunjung hamil, yang karena suatu penyakit lalu diangkat rahimnya dan melayanglah kesempatan menjadi ibu?
Maaf, kalau kalian tidak setuju, tapi menurut saya, perempuan akan sempurna jika dia sadar 
kodratnya dan bisa melaksanakan sebaik-baik tugasnya sebagai perempuan.
Read More...

Rabu, 01 Mei 2013

ini hanya fiksi (6)

Leave a Comment
Kemana Ia? 


beberapa waktu ini tak menjumpainya.
Dia, yang biasa muncul hampir setiap hari, kadang pagi menemaniku melahap sarapan, kadang pula petang, bikin aku tersenyum riang.
Kemana ia?

beberapa waktu ini tak mendengar suaranya.
bikin aku rindu karena tak kunjung bertemu.
Dan aku pun bertanya-tanya, kemana ia?
Jikapun ia pergi, kenapa tanpa pamit?

Aku jadi tak sempat mengucapkan 'sampai jumpa kembali' padanya,
pada hujan di bulan April.

Read More...