Rabu, 23 Januari 2013

Memorial Field

Leave a Comment

letaknya persis di seberang rumah, dengan luas 400mx400m + jogging track dari kerikil kasar disekelilingnya. mungkin bagimu itu hanya lapangan biasa, tapi bagi saya, lapangan itu adalah halaman bermain dan tempat saya tumbuh. tak terhitung hal yang sudah saya lakukan di sana, seingat saya, saya pernah:

- menggembala kambing bersama Bapak sejak saya SD
- mencarikan rumput untuk kelinci saya
- jogging minimal 3 putaran setiap minggu pagi
- jalan pagi tanpa alas kaki diatas kerikilnya
- belajar mengendarai motor di rerumputannya
- mencari bunga-bunga liar untuk dirangkai
- melarikan sepeda punya anak tetangga sebelah
- menerbangkan layangan  jika sedang musim angin
- latihan jadi pengibar bendera 
- main bola dan perang-perangan dengan anak-anak kompleks
- nonton bapak-bapak tentara upacara bendera kalo sedang libur sekolah
- nonton ibu-ibu latihan wayase dan yospan
- teriak-teriak dari ujung lapangan dan dibalas teman dari ujung lainnya
- mengumpulkan 1 botol embun dari rerumputannya
- balapan mobil tamiya di track yg kasar sampai mobilnya terbalik dan rusak
- nonton layar tancap
- liatin orang main sepak bola
- ngeliat bintang pas malam minggu
- terbirit-birit dikejar ular kaki empat

- and many more crazy things :)


hahahaa, dan kemudian saya bersyukur sekali pernah merasakan masa-masa itu, setidaknya masa kecil saya bahagia dan pernah bandel.

beberapa bulan lagi insya Allah bapak dan Ibu akan pindah rumah. Meski jaraknya cuma sekitar 700an meter dari rumah sekarang, tapi mungkin saya tidak lagi akan datang dan melihat lapangan itu. 
terima kasih sudah menjadi bagian teman main saya :) 
Read More...

A Note from My Little Island (2)

Leave a Comment

ini ditulis saat banjir tengah mengepung ibu kota kita, Jakarta. dan kemudian muncul selentingan tentang ketidaklayakan Jakarta sebagai ibukota, dan wacana perpindahan ibukota negara.

di linimasa, saya sempat membaca kicauan beberapa teman tentang usulan untuk memindahkan ibukota ke Malang. oh, pleaseee.. meskipun itu hanya gurauan, saya tidak setuju! yah, memang Malang sangat nyaman untuk ditinggali, dan cukuplah itu. saya sudah cukup nyaman dengan Malang yang sekarang, dengan orang-orang yang saya kenal, jalan-jalan dan gedung-gedungnya sekarang. tidak terbayangkan jika kemudian Malang menjadi ibukota negara: jalan-jalan bertambah macet, orang-orang bertambah padat, gedung-gedung pencakar langit didirikan, ... absolutely disagree!!

kalau memang ibukota akan dipindahkan dan sedang mencari lokasi barunya, dan kalau saya boleh berpendapat, boleh lah di Papua. 
mungkin kalian bertanya, "kenapa Papua?"
dan akan saya kembalikan, "kenapa tidak?"

well, Papua juga wilayah Indonesia, dan dengan wilayah yang luas dan belum terjamah. Dan mungkin lebih baik sekalian kalau perpindahan ibu kota itu juga beda pulau, as you know lah.. Pulau Jawa itu sudah sangat padat, kawan dan agar pembangunan itu juga merata ke seantero negeri. Biar masyarakat Papua juga bisa merasakan apa itu modernisasi dan metropolitan, seperti yang biasa didengung-dengungkan lewat media.
dan agar Papua tidak lagi dipandang sebelah mata.

yah, meski memang banyak yang harus dibenahi dan ditinjau ulang kembali, misalnya infrastruktur, kepemilikan tanah adat, jalur akses dan transportasi, kualitas SDM, ketersediaan SDA, dan lain-lain.
toh ini hanya opini saya sebagai salah satu dari jutaan masyarakat Papua dan Indonesia pada umumnya :)
Read More...

A Note from My Little Island

Leave a Comment

Hello, this is me again! this is about my 13 days in my hometown, Biak.

Saya tiba di pulau kecil di belantara Samudera Pasifik ini 11 Januari 2013 pukul 8.15 WIT, setelah terbang sekitar 255 menit dari Bandara Internasional Juanda, Surabaya + 45 menit transit di Bandara Internasional Sultan Hasanuddin, Makassar.

dalam perjalanan pulang dari Bandara Frans Kaiseipo yang hanya memakan waktu 15 menit ke rumah, saya cukup melihat beberapa perubahan yang terjadi sepeninggalan saya selama beberapa tahun terakhir, antara lain:
1. pelebaran jalan dan pembuatan batas ruas jalan yang dilakukan sepanjang jalan utama, dan penggunaan solar cell dan sensor cahaya untuk lampu jalan.
2. tulisan "MESS GUNADI" (Mess TNI AU tempat saya tinggal selama dikarantina saat Paskibra dulu) telah diubah menjadi "AIR FORCE".
3. ATM Center di Swalayan Hadi yang bertambah banyak.
4. udah ada papan petunjuk jalan di setiap persimpangan, hahahaa keren :)

selain itu saya ngantuk, jadi tidak memperhatikan, hehee :D

keesokan harinya perihal pelebaran jalan itu saya tanyakan kepada ibu saya. karena saya merasa pelebaran jalan bukan sesuatu yang urgent untuk dilakukan, mengingat kuantitas kendaraan yang tidak begitu banyak di sini. Biak toh tidak pernah mengalami macet. dan jawaban ibu saya cukup satu kata: Pembangunan.

yah, tapi ini tetap Biak, kota kecil di pulau kecil di provinsi yang paling jauh dari pusat metropolitan Indonesia.. dimana semua bahan-bahan yang dikonsumsi penduduknya mulai beras sampai alat transportasi hampir semua didatangkan dari tempat lain, dengan jumlah dan pilihan yang sangat terbatas. Masalah pertama yang saya temukan adalah saya tidak bisa menemukan facial foam yang biasa saya pakai bahkan di swalayan terbesar kota ini. terus saya harus mencari kemana lagiiii?? ok, ini bisa jadi first world problem! :p

kemudian masalah kedua akibat pendatangan barang-barang dari tempat lain tadi adalah: harga. 
oh, meeeen... serius banget ini weh. kerasa sekali jika sudah beberapa lama tinggal di suatu tempat dengan harga segala macam yang terjangkau (dalam kasus saya, Malang) lalu kembali ke Biak: mahaaaaal!! expensive!! 
contoh kecil perbandingan harganya adalah: di Malang sayur hijau dihargai 500 rupiah per ikat-nya, sedang di Biak seikat sayur hijau harganya juga 500, tapi dengan tambahan 1 lagi angka 0 dibelakangnya, yups, 5000 rupiah.
barang lainnya selisihnya bisa 5000-10000 rupiah, dan untuk kendaraan bermotor roda 2 selisih harganya bisa sampai 7.000.000 rupiah.
nah, buat saya yang sedang pelit karena (pura-pura giat) nabung, akhirnya akan banyak seru-seruan "haaaa.. mahal! ga jadi beli deh, ntar aja belinya pas balik ke Malang!" hahaa..  kalo sudah begini biasanya Ibu yang ngebeliin :p

satu lagi, BBM adalah sesuatu yang sedikit langka di sini. FYI aja, saya pernah baca ini di status facebook seorang teman saat ramai-ramainya wacana kenaikan harga BBM oleh Pemerintah beberapa waktu lalu:
"Interesting view point dari Papua yang perlu dibaca oleh para pendemo BBM:
'Kami masyarakat Papua SETUJU kenaikan BBM Rp 8.500/liter pun tak jadi masalah yang penting POM bensin jangan kosong...
Toh kami sudah terbiasa membeli bensin eceran yang harganya Rp 18.000 lebih.
Hingga kalau kekosongan kami bisa beli bensin hingga Rp 70.000 per liter. Jadi kalian masyarakat Jawa, sebelum demo BBM naik, Coba pikirkan nasib kami yang tinggal di daerah.
Minyak kami kalian sedot untuk supply ke Pulau Jawa, sedangkan kami  kekosongan di POM bensin bahkan sampai berminggu-minggu sudah hal biasa. kalian di Pulau Jawa kekosongan di POM baru 1 atau 2 hari, sudah ribut luar biasa. Di liput semua media...
Ingat!! Indonesia bukan hanya pulau Jawa, ada 17,000 pulau lagi...
yang setuju silahkan sampaikan kepada yang lain...
Terima kasih.
qoute from Andres Yuliandi.' 

benar, saya setuju. di Biak ini hanya ada 2 SPBU, dan setiap hari antriannya membludak hingga ke jalan-jalan. bahkan tidak jarang SPBU itu sudah tutup sejak pagi karena kehabisan BBM setelah 2 atau 3 jam buka.
Indonesia itu yang mana? Jakarta sana? atau se-Pulau Jawa? atau yang seperti katanya nenek moyang kita, dari Sabang di ujung Pulau Weh sampai Merauke? 

but well, di luar masalah itu semua saya rasa masyarakat Biak adalah orang-orang yang qonaah atau nrimo. menerima segala kondisi kota Biak ini dan membangun zona nyaman mereka atas itu. mereka tetap nyaman dengan segala keterbatasan akses dan ketersediaan kebutuhan konsumsi, tetap nyaman dengan harga-harga yang selangit, tetap nyaman dengan pembangunan dan perkembangan teknologi yang sangat lamban, tetap nyaman dengan semua itu. 

dan ini sungguh membuat saya bersyukur sekali diberi kesempatan untuk mengecap pendidikan di Malang, di mana semuanya tersedia dengan harga yang terjangkau. 
Alhamdulillah.. 
Read More...

Rabu, 09 Januari 2013

Kisah dibalik ‘Ketika Tangan dan Kaki Berkata’

Leave a Comment
ini tulisan yang saya copy-paste dari sini dan kenapa saya pikir saya perlu meng-share kembali tulisan ini adalah karena tokoh utama di tulisan ini, alm. Chrisye adalah salah satu penyanyi favorit saya. 



Kisah dibalik ‘Ketika Tangan dan Kaki Berkata’


Penyair Taufiq Ismail menulis sebuah artikel tentang Chrisye atau Krismansyah Rahadi (1949-2007) di majalah sastra HORISON:
 Di tahun 1997 saya bertemu Chrisye sehabis sebuah acara, dan dia berkata, “Bang, saya punya sebuah lagu. Saya sudah coba menuliskan kata-katanya, tapi saya tidak puas. Bisakah Abang tolong tuliskan liriknya?” Karena saya suka lagu-lagu Chrisye, saya katakan bisa. Saya tanyakan kapan mesti selesai. Dia bilang sebulan. Menilik kegiatan saya yang lain, deadline sebulan itu bolehlah.

Kaset lagu itu dikirimkannya, berikut keterangan berapa baris lirik diperlukan, dan untuk setiap larik berapa jumlah ketukannya, yang akan diisi dengan suku kata. Chrisye menginginkan puisi relijius.

Kemudian saya dengarkan lagu itu. Indah sekali. Saya suka betul. Sesudah seminggu, tidak ada ide. Dua minggu begitu juga. Minggu ketiga inspirasi masih tertutup. Saya mulai gelisah. Di ujung minggu keempat tetap buntu. Saya heran. Padahal lagu itu cantik jelita. Tapi kalau ide memang macet, apa mau dikatakan. Tampaknya saya akan telepon Chrisye keesokan harinya dan saya mau bilang, “Chris, maaf ya, macet. Sori.” Saya akan kembalikan pita rekaman itu.


Saya punya kebiasaan rutin baca Surah Yasin. Malam itu, ketika sampai ayat 65 yang berbunyi ,A’udzubillahiminasy syaithonirrojim. “Alyauma nakhtimu ’alaa afwahihim, wa tukallimuna aidhihim, wa tasyhadu arjuluhum bimaa kaanu yaksibuun” saya berhenti. Maknanya, “Pada hari ini Kami akan tutup mulut mereka, dan tangan mereka akan berkata kepada Kami, dan kaki mereka akan bersaksi tentang apa yang telah mereka lakukan.” Saya tergugah. Makna ayat tentang Hari Pengadilan Akhir ini luar biasa!


Saya hidupkan lagi pita rekaman dan saya bergegas memindahkan makna itu ke larik-larik lagi tersebut. Pada mulanya saya ragu apakah makna yang sangat berbobot itu akan bisa masuk pas ke dalamnya. Bismillah. Keragu-raguan teratasi dan alhamdulillah penulisan lirik itu selesai. Lagu itu saya beri judul Ketika Tangan dan Kaki Berkata.


Keesokannya dengan lega saya berkata di telepon, “Chris, alhamdulillah selesai.” Chrisye sangat gembira. Saya belum beritahu padanya asal-usul inspirasi lirik tersebut.


Berikutnya hal tidak biasa terjadilah. Ketika berlatih di kamar menyanyikannya baru dua baris Chrisye menangis, menyanyi lagi, menangis lagi, berkali-kali.


Di dalam memoarnya yang dituliskan Alberthiene Endah, Chrisye–Sebuah Memoar Musikal, 2007 (halaman 308-309), bertutur Chrisye:


Lirik yang dibuat Taufiq Ismail adalah satu-satunya lirik dahsyat sepanjang karier, yang menggetarkan sekujur tubuh saya. Ada kekuatan misterius yang tersimpan dalam lirik itu. Liriknya benar-benar mencekam dan menggetarkan. Dibungkus melodi yang begitu menyayat, lagu itu bertambah susah saya nyanyikan! Di kamar, saya berkali-kali menyanyikan lagu itu. Baru dua baris, air mata saya membanjir. Saya coba lagi. Menangis lagi. Yanti sampai syok! Dia kaget melihat respons saya yang tidak biasa terhadap sebuah lagu. Taufiq memberi judul pada lagu itu sederhana sekali, Ketika Tangan dan Kaki Berkata.


Lirik itu begitu merasuk dan membuat saya dihadapkan pada kenyataan, betapa tak berdayanya manusia ketika hari akhir tiba. Sepanjang malam saya gelisah. Saya akhirnya menelepon Taufiq dan menceritakan kesulitan saya.


“Saya mendapatkan ilham lirik itu dari Surat Yasin ayat 65…” kata Taufiq. Ia menyarankan saya untuk tenang saat menyanyikannya. Karena sebagaimana bunyi ayatnya, orang memang sering kali tergetar membaca isinya.


Walau sudah ditenangkan Yanti dan Taufiq, tetap saja saya menemukan kesulitan saat mencoba merekam di studio. Gagal, dan gagal lagi. Berkali-kali saya menangis dan duduk dengan lemas. Gila! Seumur-umur, sepanjang sejarah karir saya, belum pernah saya merasakan hal seperti ini. Dilumpuhkan oleh lagu sendiri!


Butuh kekuatan untuk bisa menyanyikan lagu itu. Erwin Gutawa yang sudah senewen menunggu lagu terakhir yang belum direkam itu, langsung mengingatkan saya, bahwa keberangkatan ke Australia sudah tak bisa ditunda lagi. Hari terakhir menjelang ke Australia, saya lalu mengajak Yanti ke studio, menemani saya rekaman. Yanti sholat khusus untuk mendoakan saya.


Dengan susah payah, akhirnya saya bisa menyanyikan lagu itu hingga selesai. Dan tidak ada take ulang! Tidak mungkin. Karena saya sudah menangis dan tak sanggup menyanyikannya lagi. Jadi jika sekarang Anda mendengarkan lagu itu, itulah suara saya dengan getaran yang paling autentik, dan tak terulang! Jangankan menyanyikannya lagi, bila saya mendengarkan lagu itu saja, rasanya ingin berlari!


Lagu itu menjadi salah satu lagu paling penting dalam deretan lagu yang pernah saya nyanyikan. Kekuatan spiritual di dalamnya benar-benar benar meluluhkan perasaan. Itulah pengalaman batin saya yang paling dalam selama menyanyi.


Penuturan Chrisye dalam memoarnya itu mengejutkan saya. Penghayatannya terhadap Pengadilan Hari Akhir sedemikian sensitif dan luarbiasanya, dengan saksi tetesan air matanya. Bukan main. Saya tidak menyangka sedemikian mendalam penghayatannya terhadap makna Pengadilan Hari Akhir di hari kiamat kelak.


Mengenai menangis ketika menyanyi, hal yang serupa terjadi dengan Iin Parlina dengan lagu Rindu Rasul. Di dalam konser atau pertunjukan, Iin biasanya cuma kuat menyanyikannya dua baris, dan pada baris ketiga Iin akan menunduk dan membelakangi penonton menahan sedu sedannya. Demikian sensitif dia pada shalawat Rasul dalam lagu tersebut.


***


Setelah rekaman Ketika Tangan dan Kaki Berkata selesai, dalam peluncuran album yang saya hadiri, Chrisye meneruskan titipan honorarium dari produser untuk lagu tersebut. Saya enggan menerimanya. Chrisye terkejut. “Kenapa Bang, kurang?” Saya jelaskan bahwa saya tidak orisinil menuliskan lirik lagu Ketika Tangan dan Kaki Berkata itu. Saya cuma jadi tempat lewat, jadi saluran saja. Jadi saya tak berhak menerimanya. Bukankah itu dari Surah Yasin ayat 65, firman Tuhan? Saya akan bersalah menerima sesuatu yang bukan hak saya.


Kami jadi berdebat. Chrisye mengatakan bahwa dia menghargai pendirian saya, tetapi itu merepotkan administrasi. Akhirnya Chrisye menemukan jalan keluar. “Begini saja Bang, Abang tetap terima fee ini, agar administrasi rapi. Kalau Abang merasa bersalah, atau berdosa, nah, mohonlah ampun kepada Allah. Tuhan Maha Pengampun ’kan?”


Saya pikir jalan yang ditawarkan Chrisye betul juga. Kalau saya berkeras menolak, akan kelihatan kaku, dan bisa ditafsirkan berlebihan. Akhirnya solusi Chrisye saya terima. Chrisye senang, saya pun senang.


***


Pada subuh hari Jum’at, 30 Maret 2007, pukul 04.08, penyanyi legendaris Chrisye wafat dalam usia 58 tahun, setelah tiga tahun lebih keluar masuk rumah sakit, termasuk berobat di Singapura. Diagnosis yang mengejutkan adalah kanker paru-paru stadium empat. Dia meninggalkan isteri, Yanti, dan empat anak, Risty, Nissa, Pasha dan Masha, 9 album proyek, 4 album sountrack, 20 album solo dan 2 filem. Semoga penyanyi yang lembut hati dan pengunjung masjid setia ini, tangan dan kakinya kelak akan bersaksi tentang amal salehnya serta menuntunnya memasuki Gerbang Hari Akhir yang semoga terbuka lebar baginya. Amin.


(Source: eramuslim.com)



lirik lagunya sendiri:

Akan datang hari  mulut dikunci, Kata tak ada lagi
Akan tiba masa tak ada suara dari mulut kita


Berkata tangan kita tentang apa yang dilakukannya
Berkata kaki kita kemana saja dia melangkahnya
Tidak tahu kita bila harinya tanggung jawab, tiba…


Rabbana
Tangan kami, kaki kami, mulut kami mata hati kami
Luruskanlah, Kukuhkanlah, di jalan cahaya sempurna


Mohon karunia kepada kami, HambaMu yang hina


 coba dengarkan dan hayati lagu tersebut... kalo dengerin lagu ini ga bikin Anda menangis, ................. (silahkan asumsikan sendiri)

Read More...

Senin, 07 Januari 2013

φως' confession

Leave a Comment

Halo! Salam kenal, makhluk bumi.

kalian mungkin belum kenal siapa akika. Nama akika φως, akika adalah makhluk dari planet Anobiakrotos dari galaksi Dubipapuadem. Akika ditugaskan ke bumi untuk mengawasi kalian. Selama di bumi, akika terperangkap dalam tubuh seorang perempuan yang kalian biasa memanggilnya Nursih. Kali ini akika mau cerita tentang induk semang akika, si Nursih ini.
Nursih, gadis bumi yang aneh. Akika lihat dia suka memperhatikan tingkah laku dan remeh temeh dari orang-orang disekitarnya; mulai dari cara berjalan, cara makan, cara memilih kata dalam berbicara, sampai cara mereka ngupil. Lalu dia mulai berasumsi dalam diam, mencoba menarik benang merah dari segala penelitian tak berdasarnya, berusaha mengira-ngira sifat dan watak mereka.

Nursih ini payah, mengira dirinya perempuan tangguh, mandiri, bisa mengatasi semuanya sendiri… haha.. yang benar saja! Yah, dia memang hampir tidak pernah menangis di depan orang lain, tapi –sungguh, ini diantara kita saja ya saat dia sendiri, tak ada yang tau kan? 

Er, ya.. tapi akika rasa dia memang mandiri, setidaknya sekarang. Kalian tau, dulu saat kakaknya, Nurdin, masih di pulau sini… sungguh mati, dimanja benarlah dia! Akika rasa dia punya prinsip: untuk sekarang, hanya ada dua lelaki yang boleh dia repotkan: ayah dan kakaknya. Selain itu, tak ada lah, kecuali nanti, saat dia sudah menemukan seorang lagi, suaminya. Karena itu dia jarang meminta bantuan, bahkan saat pindahan kost, saat masang parabola di genteng lantai 2, saat harus ngirim 2 kerdus paket dengan naik motor, sungguh, akika tak habis pikir dibuatnya!

Setau akika nih ya.. Nursih ini suka sekali dengan gunung dan pantai, suka juga dengan coklat, keju, dan duren. Dan suka bunga juga, tapi bukan bunga potong. Kasihan katanya, bunga secantik itu harus dipaksa mati. Yang jelas selama menginang di tubuh Nursih, akika sering kelaparan. Jarang dia makan, sok sibuk benar dia. Tapi suka sekali dia ngemil, tapi juga tak bisa gemuk. Hahaa… sudah akika bilang kan, induk semang akika, si Nursih itu aneh!

Ah, ya… sudah dulu ya.. akika mau laporan sama boss akika di planet Anobiakrotos tentang kelakuan orang-orang bumi yang semakin apatis. Apatis pada keluarganya, pada alam lingkungannya, pada segala disekitarnya. Akika rasa bumi bukan lagi planet yang indah untuk ditinggali. Kalian mau pindah ke planet akika?

Read More...

Kamis, 03 Januari 2013

Gunung-Pantai

Leave a Comment
Gunung; meninggi untuk melihat siapa yang datang dan bersungguh-sungguh ingin bersahabat.
bukan menakhlukkan, karena kita-lah yang menakhlukkan ego dan sombong kita pada gunung, kita takhluk pada alam.

Pantai; merendah agar terjangkau sesiapapun. namun keindahannya tetap mengikat, seperti tapak yang kau tinggalkan di pasirnya.
Read More...